"Oh, kalau di Kalimantan namanya bapidara," sahut gadis itu masih menjadi pusat perhatian.
Semua netra terpaku pada gadis misterius itu.
"Apa itu?" tanya Fia lagi.
"Mm, Mbak, aku harus salat magrib dulu. Nanti aku jelasin, ya," sahut Mona yang sama sekali tak memedulikan gerombolan orang yang berdiri di depan kamarnya dengan penuh tanda tanya.
"Oke, aku tunggu selesai magrib," sahut Fia.
Mona menunduk lemah, menutup kembali kamarnya dari luar, lalu berjalan ke kamar mandi untuk berwudu.
Para penghuni kos yang berkumpul di lorong sempit di depan kamarnya, dengan perasaan takut dan aneh memberi jalan pada Mona.
Mona tersenyum, ingin menyapa. Namun dibalas teriakan ketakutan dari semuanya yang langsung berhamburan pergi.
Hanya tersisa Fia yang sengaja menunggunya di depan kamar.
Fia merasakan angin yang begitu dingin saat Mona kembali, dan lewat di hadapannya. Berhasil membuatnya bergidik. Ditambah lagi wangi aroma melati semerbak muncul dan menghilang lagi secara tiba-tiba.
Fia membiarkan Mona kembali masuk ke kamarnya tanpa sapa, lalu kembali duduk, menunggu Mona kembali menghampirinya.
"Fi, serius berani?" Nana baru saja berani mendekat, setelah Mona kembali ke kamarnya sedetik lalu.
"Udah nanggung, kan? Tadi aku liat hal yang ganjil banget di kamarnya," bisik Fia pada kalimat terakhir.
"Apa?" tanya Nana dengan rasa takut, namun juga sangat penasaran.
"Aku udah rekam, tapi pas jatuh tadi, tiba-tiba aja filenya nggak bisa kebuka. Aneh banget," jelas Shani.
"Emang ada apaan?"
"Dia ngewarnain tangan, kaki dan jidatnya itu sambil baca-baca semacam doa. Entah apa. Lalu tau nggak, dia naruh golok di…"
"Mbak, masih mau di luar aja?" suara Mona membuyarkan obrolan Fia dan Nana.
Keduanya bahkan tak menyadari kapan perempuan itu muncul.
Fia melirik Nana, menanyakan pendapat. Dibalas gelengan kepala sambil sesekali melirik ke arah Mona.
"Masuk, yuk!" ajak Monalisa pada keduanya.
Lagi-lagi Nana menggeleng, namun dengan maksud agar Fia tak menuruti ajakan Mona tadi.
"Di sini aja, Mon,"
"Oke," penampilannya saat ini jauh lebih baik dari pada tadi.
"Pertama, kenapa tadi teriak-teriak bikin panik semua orang? Kedua, kamu ngapain aja sih, di kamar?" Fia, sebagai salah satu penghuni senior rumah kos merasa perlu menjadi penyambung lidah bagi anak-anak yang lain.
Mona tersenyum, sembari memejamkan matanya.
"Mbak Fia lagi halangan?" ujarnya, justru menanyakan hal lain.
"Iya, kenapa?"
Mona menggeleng, tetap dengan senyuman. Kali ini disertai dengan tatapan yang mampu menakutkan setiap orang yang melihatnya.
"Kamu sadar, Mon, kamu tadi itu udah bikin panik semua orang?"
Mona mengambil sejumput kembang melati di dalam mangkuk yang ia bawa. Mengambilnya sekuntum, dan memakannya dengan begitu lahap.
Nana dan Fia lagi-lagi saling memandang saat melihat di depan matanya sendiri Monalisa yang sedang asik mengunyah kembang melatinya.
"Mon," panggil Fia lagi.
"Ini, cuma salah satu pengobatan tradisional di Kalimantan, Mbak. Kami percaya, campuran kunyit, kapur sirih dan daun bidara ini bisa menyembuhkan penyakit yang berasal dari dunia lain," jelas Mona sambil memamerkan telapak tangannya yang berwarna jingga.
"Dunia gaib?" tembak Fia.
Mona mengangguk.
Nana semakin erat mengaitkan lengannya Pada Fia. Merasa ketakutan.
"Lalu, kenapa teriak-teriak? Kenapa tadi bisa ada golok terbang?"
"Hah?" Nana tak percaya mendengar kalimat terakhir Fia.
"Mbak Fia bisa lihat," ujar Mona yakin, sekali lagi menyuapkan sekuntum kembang melati ke arah mulutnya.
"Maksudnya?"
----- BERSAMBUNG -----
Tidak ada komentar:
Posting Komentar