Aaaaarrgh!
Sebuah teriakan cukup kencang terdengar dari arah kamar Mona. Tepat ketika Fia berdiri di depan kamar itu.
Tak ada pilihan lain selain mencoba mencari tahu apa yang terjadi di dalam kamar itu. Karena takut terjadi sesuatu hal yang buruk, Fia memutuskan untuk mengetuk pintu kamar tersebut dan menanyakan apa yang terjadi.
Tak ada jawaban lain selain suara teriakan dari arah dalam.
Tak hanya Fia yang kini berkumpul di depan kamar nomor 13 itu. Semuanya berebut ingin mencari tahu apa yang sedang terjadi di dalam kamar sana.
Fia mencoba membuka paksa pintu kamar Mona. Memanggil-manggil si penghuni kamar tanpa ada jawaban yang berarti. Hanya ada teriakan-teriakan yang semakin membahana.
Fia mendapat ide untuk mengintip dari jendela kecil di atas pintu. Segera ia menarik sebuah kursi dari dapur umum di dekat kulkas, menuju ke depan pintu kamar Mona. Ia menaiki kursi itu perlahan.
Ia masih harus berjinjit untuk bisa melihat dengan jelas keadaan di dalam. Beberapa penghuni kos yang penasaran mencoba mengintip melalui jendela yang tertutup rapat oleh gorden berwarna putih.
Dari atas sana, Fia dapat melihat dengan jelas keadaan Mona. Ia terbelalak kaget. Tak mampu diterima oleh nalarnya, kejadian yang ia saksikan saat itu sungguh ganjil.
"Fi, gimana, Fi?"
"Fi, ada apa?"
"Gantian nonton, Fi!"
Ujar beberapa kawan yang juga penasaran. Apalagi setelah melihat ekspresi Fia yang berubah aneh setelah mengintip ke dalam.
Fia mencoba merekam kejadian aneh tersebut dengan ponselnya. Sedikit kesulitan, karena harus berjinjit sembari menjaga keseimbangan.
"Hah?" di tengah-tengah kegiatannya tadi, Fia seolah terkejut, lalu kehilangan keseimbangan.
BRAK!
Ia terjatuh bersamaan dengan suara erangan yang semakin kencang dari dalam kamar.
Pak Taryo, penjaga kos, sudah datang atas laporan salah seorang penghuni kos. Beliau membawa gantungan berisi beberapa kunci duplikat di rumah kos yang cukup besar ini.
Usaha beliau untuk membuka pintu dengan kunci duplikat gagal total. Kepanikan semakin mengular ketika teriakan demi teriakan dari dalam kamar pun tak juga menghilang.
Fia mendapat luka kecil di pelipis kirinya akibat jatuh tadi. Dan hingga detik ini, ia masih tak percaya dengan apa yang ia lihat sendiri di kamar itu.
Bahkan yang membuat semakin ganjil, video yang jelas-jelas terekam di ponselnya tadi tak dapat diputar sama sekali. Entah apa penyebabnya.
Orang-orang masih berusaha membuka paksa pintu kamar nomor 13 itu. Tak ada satupun yang berhasil.
Tepat ketika azan magrib berkumandang, pintu terbuka dengan sendirinya. Semua yang tadinya penasaran ingin tahu, kini berebut mencari tempat untuk mundur dan berlindung.
"Ada apa, ya?" tanya Mona yang muncul dari balik pintu tanpa rasa bersalah sama sekali.
Fia berdiri. Tak mau kalah cepat dari yang lainnya, ia langsung menghampiri gadis itu.
"Apa sebenernya yang lagi kamu lakuin, Mon?" teriak Fia, sedikit emosi.
"A-aku… aku nggak ngerti, Mbak,"
Monalisa menjadi sorotan setiap mata, tepat sesaat setelah ia menunjukkan diri dari balik pintu.
Rambut hitam panjangnya digerai tak beraturan. Manik matanya terlihat pucat dan sayu. Keringat sebesar biji jagung pun masih mengalir deras dari keningnya. Menandakan ia telah melakukan kegiatan yang melelahkan.
Yang paling mencolok darinya adalah, hampir di sekujur tubuh kurusnya yang tak tertutup baju, dipoles dengan sesuatu yang berwarna kuning mendekati jingga. Persis seperti yang pernah Fia lihat sebelumnya.
(Sumber : facebook.com/@amirza)"Ini maksudnya kenapa?" tanya Fia lagi, menunjuk-nunjuk bagian tubuh Mona yang berwarna jingga tadi.
"Oh, kalau di Kalimantan namanya bapidara," sahut gadis itu masih menjadi pusat perhatian.
Semua netra terpaku pada gadis misterius itu.
"Apa itu?" tanya Fia lagi.
wah jadi nambah wawasan tentang pulau kalimantan
BalasHapusIya bener Kak. Jadi penasaran kelanjutannya nih
HapusJadi penasaran
BalasHapus