Kalau lagi hujan terus-terusan gini, tiba-tiba keinget waktu banjir di Banjarmasin bulan Januari yang lalu. Kebetulan waktu itu aku lagi pulang kampung. Beberapa hari hujan turun sangat-sangat deras. Awalnya sih ya biasa aja. Nggak mengira kalau rumah bakalan kebanjiran juga. Soalnya, sejak awal tinggal di rumah itu, belum pernah ada yang namanya banjir sampai masuk ke dalam rumah. Sama sekali.
Waktu itu di beberapa daerah lain di Kalimantan Selatan emang udah kerendem banjir agak parah. Banyak berita-berita menyedihkan yang aku dapetin waktu itu dari beberapa teman yang kebanjiran. Lalu, akhirnya tibalah giliran di daerah rumahku air naik sampai sebetis orang dewasa.
Sementara waktu sih, masih aman. Air belum sampai masuk ke dalam rumah. Moment ini jadi pengalaman pertama kalinya anakku main banjir di depan rumah. Hehe. Mana ada sih anak kecil yang nggak suka main air? Alhamdulillah, masih ada yang harus aku syukuri, kan?
Sejak hari pertama air naik, hujan juga masih belum berhenti. Info-info siaga udah berseliweran di mana-mana. Di rumah pun kami sudah antisipasi mengamankan barang-barang yang sekiranya berbahaya kalau terendam air. Listrik diamankan. Dokumen-dokumen penting, dan lain-lain.
Malam harinya, aku yang waktu itu lagi dalam keadaan hamil 5 bulan nggak bisa tidur dengan tenang dong. Sementara berita-berita banjir semakin menjadi-jadi. Di daerah sekitar rumahku pun udah banyak peringatan siaga banjir. Seingatku, sejak lahir dan besar di Banjarmasin, aku belum pernah merasakan kebanjiran lebih dari semata kaki.
Tepat di malam hari, menjelang hari ketiga, hujan belum juga reda. Listrik padam. Dan benar aja, akhirnya air mulai naik, masuk ke dalam rumah. Banyak info hewan-hewan air yang berkeliaran juga. Belum lagi pembobolan rumah-rumah yang ditinggal mengungsi sama pemiliknya. Ternyata begini rasanya kebanjiran. Ya Allah, gimana perasaan mereka yang harus kehilangan sanak saudara karena banjir ini?
Tim rescue yang tau ada ibu hamil di rumah, jelas aja dong langsung memberi saran buat mengungsi. Tapi, di tengah pandemi yang juga masih menjadi-jadi, rasanya aku kurang nyaman kalau harus mengungsi dan berkumpul sama banyak orang. Apalagi dalam keadaan hamil, dan bawa satu anak usia 3 tahun. Tapi keadaan di rumah udah nggak memungkinkan. Air bersih udah habis, listrik juga nggak ada. Hujan pun masih belum ada jeda.
Akhirnya, setelah berunding sama suami yang kebetulan nggak ikut pulang kampung karena kerjaan, aku memutuskan buat cari-cari penginapan yang aman. Nggak gampang nemuinnya dalam kondisi kayak gini. Hampir semua penginapan dan hotel penuh. Untungnya, Allah masih ngasih kemudahan buat nemuin satu kamar kos yang aman dari banjir. Nggak mikir lama, langsung aja aku ambil. Dengan bantuan relawan banjir, kami dijemput dan diantarkan ke tempat pengungsian sementara. Bener-bener pengalaman yang menegangkan, tapi semakin membuatku sadar akan segala macam nikmat dari Allah selama ini.
Pengalamanku ini belum ada apa-apanya dibandingkanr saudara-saudara di daerah lain. Mereka kehilangan harta, sanak saudara, dan banyak hal lainnya. Kejadian ini sebagai teguran, agar aku, kita semua lebih memperbanyak syukur daripada terus mengeluh pada keadaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar