"Bu, kenapa sih ibu nggak mau garuk-garuk yang kenceng kalo di sini?" tanya Mas Khal sambil nunjukin tulang rusuknya.
Biasa, tiap mau tidur malem anak ini manjanya luar biasa sama ibu. Maunya digaruk-garuk cuma sama ibu. Pas lagi asik garuk sambil peluk-pelukan, tiba-tiba dia nanya kayak gitu.
"Soalnya Mas Khal kurus banget, tulang rusuknya sampe kerasa banget kalo di pegang," jawabku sedih.
"Emm, kalo ibu tulangnya kok nggak kerasa?" ucapnya balik bertanya.
"Oh, em, karena ibu ada lemaknya."
"Berarti ibu kenapa?"
"Hmm, gendut, gendut."
"Nah!" ujarnya puas sambil tertawa.
Hihi, secuplik obrolan kayak di atas itu udah biasa banget emang tetiba muncul dari bocah tiga tahunku. Anak ini tipenya suka ngelawak. Nggak tau sih turunan siapa, tapi emang sukanya bikin ibu dan bapak geleng-geleng kepala gegara omongan ceplas-ceplosnya yang emang bikin ketawa.
Dari umurnya dua tahun, sukanya ganti-ganti lirik lagu. Kayak begini contohnya.
"Bebek adus kali, nututi sabun wangi.
Bapak mundut roti, khalfan diparingi."
Tapi, diganti sama dia jadi begini.
"Bebek adus kali, nututi sabun ora wangi.
Khalfan mundut yupi, bapak ora diparingi."
Sebenernya masih banyak lagi sih tingkah dan omongannya yang suka bikin ibu bapaknya tercengang. Apalagi, cara dia menyampaikan itu biasanya dengan pertanyaan-pertanyaan yang sebenernya udah dia tau jawabannya. Kayak cuplikan di atas tadi. Seolah-olah lagi ngetes ibu atau bapaknya gitu. MashaAllah…
Melihat kemampuan bahasanya yang emang jauh lebih menonjol dibanding kemampuan fisiknya, di umurnya tiga tahun ini aku mulai mengajarkan membaca. Baru sekadar pengenalan, belum yang bener-bener diharuskan bisa baca. Karena, konon katanya, anak umur segitu bukan waktunya belajar membaca. Tapi aku rasa, setiap orangtua tau sih gimana keadaan anaknya sendiri. Aku pun nggak mau maksain kalau emang anaknya sendiri belum tertarik.
Nggak ada target khusus. Cuma sambil main-main aja dikenalin membacanya. Ngikutin mood anak aja pokoknya. Sambil menyelami lagi sih apa yang emang bener-bener diminati anak. Saat ini, aku lagi mengulang pengenalan huruf kecil dulu ke Mas Khal. Soalnya, dia udah lebih duluan kenal huruf kapital. Itupun tanpa disengaja. Cuma karena sering mainan puzzle. Ngeliat anaknya yang tertarik, jelas aja aku arahkan sekalian.
Beberapa waktu yang lalu aku juga sempat ikut kelas Pra-Membaca untuk anak. Dari situ, aku dapet pencerahan nih buat mengenalkan bunyi huruf pada anak. Bunyi, bukan namanya aja. Bunyi huruf ini disebut fonik. Kalau dulu aku sendiri belajar mengeja per suku kata, ba-bi-bu dan sebagainya gitu, ya. Nah, kalau yang ini, kita harus mengenalkan dulu nih bunyi huruf itu ke anak. Jadi nggak sekadar tau huruf a, b, c, d, dan lain-lain aja. Kalau di luar negeri, fonik ini udah menjadi pondasi seorang anak untuk mengeja dan membaca.
Katanya, dengan mengenal bunyi hurufnya, maka si anak bakalan lebih mudah buat membaca. Lebih mudah, ya. Bukan lebih cepat. Nah, dengan memahami fonik, anak bakalan lebih mudah membunyikan huruf kemudian menyambungnya dengan huruf lain. Dalam metode ini dimulai dengan latihan-latihan mendengarkan (ear training) dulu, kemudian diikuti dengan latihan mengucapkan bunyi, misalnya B (beh), D (Deh), H (hah). Selanjutnya pengucapan kata, kalimat pendek, dan akhirnya kalimat yang lebih panjang.
Setelah aku coba terapin metode itu, Mas Khal emang lebih mudah menerima dan memahami sih. Walaupun belum bisa membaca sempurna, bahkan masih sebatas hafalan, tapi setidaknya pelan-pelan dia mengenal dulu. Biar kedepannya juga semakin mudah belajarnya. Pelan-pelan, yuk, bisa yuk!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar