Rabu, 08 September 2021

Ibuku Guruku

Tinggal di perantauan tanpa sanak saudara sebenarnya juga sangat berpengaruh sama perkembangan sosial anak pertamaku. Di sini, dia nggak punya teman seumuran. Tadinya sih, aku dan suami berniat menyekolahkannya di kelompok bermain terdekat. Tapi apa daya, pandemi tiba-tiba merajai bumi. Daripada khawatir berlebih, aku dan suami sepakat buat mencoba mengikuti sekolah online aja. Emang sih belum waktunya sekolah, kok. Ngapain repot? Ya nggak papa, kami pikir mencoba sekolah online lumayan bisa mengisi waktunya. Sekadar pengenalan, dan pengin tau gimana kira-kira reaksi dan kesanggupannya buat sekolah. Jujur aja, aku sebagai ibunya agak sedih karena dia nggak punya teman seumuran. Singkat cerita sih, akhirnya aku dan suami sepakat mendaftarkannya di sekolah Islamic PAUD yang berbasis di Yogyakarta. Sekolahnya lebih mirip TPA Online. Jadi, di sini Mas Khal -anak pertamaku- belajar hafalan surat-surat pendek.

Anaknya antusias banget ketemu teman-temannya, walaupun cuma ketemu secara virtual. Dan, Alhamdulillah setelah ikut beberapa sesi, hafalan surat pendeknya juga semakin bertambah. Semangatnya buat sekolah juga lumayan tinggi. Walaupun sering juga tiba-tiba nggak mood, nggak mau ngomong saat ditanya Ustadzahnya, lari-larian dan lain sebagainya. Ya menurutku masih wajar. Namanya juga masih anak tiga tahun. Akupun nggak mau memaksakan. Santai aja. 

Setelah mengikuti beberapa sesi sekolah, aku mulai tertarik nyari-nyari info sekolah lainnya yang masih punya nilai yang sama, yang sesuai sama nilai yang keluarga kami pengin tanamkan. Ketemulah satu sekolah online lainnya yang cukup berbeda. Di sekolah ini, ibunya lah yang lebih utama jadi gurunya. Yang jelas, tidak ada screentime!  Sekolah cuma memberikan modul berisi kurikulum, jenis kegiatan dan beberapa worksheet yang berkaitan sama kegiatan.

Jelas aja aku jadi merasa tertantang, tapi, merasa insecure juga sih bakalan bisa mendampingi Mas Khal belajar, atau malah berhenti di tengah jalan. Apalagi waktu itu mendekati hari kelahiran anak keduaku. Hehe. Rasanya nggak pede. Tapi setelah pertimbangan dan dukungan suami, akhirnya aku daftarin Mas Khal di sekolah online itu. Di mulai dari awal Agustus kemarin, aku membersamai Mas Khal bermain di rumah.

Awalnya sih agak kaku, padahal sama anak sendiri. 😀 Dan setiap harinya, aku harus bagi waktu sama bayi kecil yang masih butuh ASI, dan si kakak yang mulai ketagihan sekolah sama ibunya sendiri. Nggak nyangka, sebulan berlalu. Akhirnya aku bisa menyelesaikan 1 tema bersama-sama Mas Khal dan mendapat predikat Brilliant Mom dari sekolahnya. Waw, MashaAllah terharu sekali kalau diingat lagi perjuangannya.

Ya emang nggak seberapa sih ya, cuma nemenin anak mainan aja. Hehe. Tapi, merayakan keberhasilan diri sendiri bukan hal yang salah, kan, ya? Oh tentu aja, dari kegiatan ini aku belajar banyak banget hal juga dari Mas Khal. Kita bener-bener sama-sama belajar di sini. Sambil nunggu keadaan aman buat sekolah offline, mungkin aku masih bakalan memilih model bermain sambil belajar semacam ini sih buat membersamai Mas Khal. Biar mainnya nggak cuma sekadar main, tapi bisa dapet pelajaran berharga juga dari tadabbur ayat-ayat Al Quran.

2 komentar:

Featured Post

Romansa Dalam Buku "This Wall Between Us"

Menyambut tantangan membaca buku bergenre fiksi romance di minggu ini dengan memilih buku berjudul This Wall Between Us, karya I...