Nggak kerasa udah pekan keempat bertahan di sini. Pekan ini, para pejuang dikasih tugas membuat opini dari dua pilihan cerpen. Dua-duanya udah aku baca. Dua-duanya berhasil bikin aku melongo, dan banyak belajar cara penyampaian cerpen yang apik. Tapi kali ini aku lebih tertarik sama cerpen yang berjudul Dari Gunuang Omeh, ke jalan Lain di Moskow, Menuju Hukuman Mati di Kediri", karya Heru Sang Amurwabumi.
(https://www.ngodop.com/2021/08/dari-gunuang-omeh-ke-jalan-lain-di.html?m=1)
Dari awal membacanya, aku udah mulai betah berlama-lama dan penasaran ingin melanjutkan membaca sampai akhir. Kalau kata teori-teori kepenulisan ada 'showing not telling', aku rasa dari cerpen inilah aku benar-benar melihat contohnya. Penulis begitu detail menggambarkan alur cerita, membuat seolah-olah pembaca hadir dalam kejadian tersebut. Keputusan penulis menggambarkan latar tempat dalam cerpen ini benar-benar membuatku larut, seolah hadir pada kejadian sesungguhnya.
Untuk tulisan yang mengangkat tema perjuangan semacam ini, bagiku penulis berhasil membuat tulisannya tidak membosankan untuk terus dibaca dan ditelisik. Makna yang mendalam juga bisa kita dapatkan dari cerpen ini. Menarik!
Dari pemilihan judulnya juga menarik. Tanpa menyebut nama, tokoh 'dia' diketahui berasal dari Gunuang Omeh, sebuah kecamatan di Sumatera Barat. Atau disebut juga Nagari Pandam Gadang di dalam cerpen ini.
Dari sini bisa aku pahami bahwa si 'dia' yang mengkritik keras adanya penderitaan serta keterbelakangan hidup kaum bumiputera di Sumatera ini pada akhirnya justru menjadi korban atas perjuangannya sendiri. Dicap pengkhianat, oleh bangsanya sendiri. 'Dia' adalah gambaran pejuang sejati. Yang pantang menyerah meskipun ancaman kematian di depan mata. Tokoh ini tergambar jelas sebagai orang yang pandai dan pemberani, terbukti dari buku-buku yang dibawanya ke tempat persembunyian di puncak Gunung Wilis.
Adanya tokoh 'aku' juga semakin menguatkan tokoh 'dia' sebagai pejuang sejati. Berbanding terbalik dengan tokoh 'dia'. Menurutku, tokoh 'aku' di dalam cerpen tersebut menggambarkan orang yang kurang tegas dalam pendirian. Tokoh aku yang mengalami kegundahan akan tugas yang harus diembannya. Antara menuruti perintah atasan, atau menghormati Datuk pejuang yang dianggap pengkhianat. Si 'aku' yang sudah lelah mengangkat senjata melawan sesama bumiputera, sebenarnya juga tak mau menghabisi seseorang yang telah berjuang untuk tujuan yang sama dengannya, yaitu kemerdekaan. Tapi pada akhirnya tokoh 'aku' seolah mengalami penyesalan dan kecemasan yang begitu mendalam.
Akhir dari opiniku, cuma menegaskan bahwa cerpen ini mampu menggambarkan tokoh Tan Malaka dengan begitu apik. Seorang tokoh pelopor sayap kiri yang dianggap sebagai otak dari penculikan Sutan Syahrir yang merupakan perdana menteri pada masa itu.
Ulasannya detail sekali. Terima kasih sudah beropini tentang cerpenku.
BalasHapusWah dikomen sm yg nulis. Terimakasih, Pak, udah menulis cerpen yg bisa dijadikan panutan buat nulis. 🙏🙏
Hapus